sumber foto: snapy.co.id

Belum bersahabatnya saya dengan sakit yang saya alami, membuat saya belum bisa sat set das des ketika nggarap desain. Yang awalnnya bisa dan biasa kerja cepat, sekarang biasa kerja lambat. Dibayar atau tidak, saya tetep akan mengerjakan desain dengan prinsip alon-alon sing penting kelakon. Kecuali memang sedang urgent, mau nggak mau tetep harus kerja cepet.

Dua minggu lalu, ada calon klien saya asal India mengajukan kerjasama untuk membuat 50 desain totebag yang berbeda. Kami sepakat dengan harga $1500+, namun saya tidak sepakat dengan waktunya. Sempat melakukan lempar project ke beberapa teman, tapi tetep tidak ada satupun yang nyantol.

Pada akhirnya, saya bilang ke calon klien “Mohon maaf pak, saya bukanlah Soekarno Hatta yang mampu menyelesaikan 50 desain dengan tempo yang sesingkat itu”.

Dibayar mahal pun akan saya tolak jika waktu yang diminta nggak masuk akal (ndadak). Yang bayar saja saya tolak, apalagi yang hanya bayar 2M (matursuwun mas).

“Wasssap!” suara notifikasi aplikasi whatsapp saya, pertanda  ada chat wa masuk di hp saya. Alih-alih mendapat kabar gembira yang isinya “sudah saya DP ya mas” atau “pembayaran lunas nggih mas”, ternyata chat yang masuk isinya pertanyaan “Ndak sampun dados mas? Ini banner mau dipakai besuk senin”.

Seketika lemes!

Kalau ada pertanyaan
“Mas, nek mesen desain dan mbayar apakah pengerjaannya juga lama?”
“Iyaa sama”
“Mosok mbayar tetep disamakan sama yang nggak bayar?”
“Yaa kalau mau cepet jangan ke saya,  ke percetakan saja, cepet dan bisa ditunggu, hehe”

Jadi, kalau desainmu (banner, poster, logo, dll) pengen cepet jadi, jangan ke saya. Ke percetakan saja, ya~

*Tulisan ini hanya untuk contoh kasus tertentu saja, tidak semuanya dan tidak selamanya seperti itu. Tapi, realitanya dan seringnya begitu :)